TikTok diberikan tenggat hingga 19 Januari 2025 untuk menentukan kelanjutannya. Pemerintah Amerika Serikat (AS) memberikan dua pilihan: memutus hubungan dengan induk perusahaan ByteDance asal Tiongkok atau menghadapi pemblokiran permanen di seluruh wilayah AS.
Namun, TikTok belum mau menyerah dalam upayanya membujuk pemerintah AS. Langkah terbaru dilakukan pada Senin (16/12). TikTok dan ByteDance mengajukan banding mendesak ke Mahkamah Agung untuk menunda sementara kebijakan pemerintah AS tersebut.
Aplikasi video pendek ini memiliki 170 juta pengguna di AS. Sejumlah komunitas pengguna juga turut mengajukan banding serupa pada hari yang sama.
Peraturan tersebut telah disetujui oleh Kongres pada April 2024. Departemen Kehakiman AS (DOJ) menilai bahwa perusahaan asal Tiongkok itu menjadi ancaman serius terhadap keamanan nasional AS.
Pemerintah khawatir data pribadi pengguna TikTok di AS akan diakses dan dimanfaatkan oleh pihak berwenang di Tiongkok.
Dalam persidangan pada 6 Desember lalu, pengadilan menolak seluruh pembelaan TikTok yang menyatakan kebijakan ini melanggar kebebasan berekspresi yang dijamin oleh Amandemen Pertama Konstitusi AS.
TikTok berargumen bahwa platform mereka merupakan salah satu sarana utama untuk kebebasan berpendapat di AS. Selain itu, perusahaan menyatakan bahwa aktivitas mereka tidak membahayakan keamanan nasional AS.
Banding darurat ini dimaksudkan agar Mahkamah Agung dapat mempertimbangkan kembali legalitas kebijakan tersebut. TikTok juga berharap kebijakan ini ditunda hingga pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Donald Trump.
Trump, yang pernah berupaya memblokir TikTok pada tahun 2020, menyatakan dalam kampanye Pemilu 2024 bahwa ia berniat mempertahankan TikTok.
Pelantikan Trump dijadwalkan pada 20 Januari 2025, hanya sehari setelah batas akhir keputusan terkait TikTok pada 19 Januari 2025.



.png)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar